Sabtu, 24 November 2012


Ulum al-hadist terdiri dari atas 2 kata, yaitu ‘ulum dan Al-hadist. Kata ‘ulum dalam bahasa arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti “ilmu-ilmu”; sedangkan al-hadist di kalangan Ulama Hadis berarti “segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi SAW dari perbuatan, perkataan, taqir, atau sifat.” (Mahmud al-thahhan, Tatsir Mushthalah al-hadist (Beirut: Dar Al-qur’an al-karim, 1979), h.14) dengan demikian, gabungan kata ‘ulumul-hadist mengandung pengertian “ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan Hadis nabi SAW”.
Menurut Ibn al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh Al-Suyuthi, bahwa yang dimaksud Ilmu Hadis Riwayah adalah: Ilmu Hadis yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya. (Jalal al-din ‘Abd al-Rahman Ibn Abu Bakar al-Suyuthi, Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawawi. Ed. ‘Abdul Al-Wahhab’ Abd al-Lathif (Madinah: Al-Maktabat al-‘Ilmiyyah.cet kedua. 1392 H/ 1972 M), h. 42; Lihat juga M. Jammaluddin al-Qasimi, Qawa’id al-Tahdist min Funun wa Mushthalah al-Hadist (Kairo: Al-Bab al-Halabi, 1961). H. 75)
Sedangkan pengertian menurut Muhammad ‘ajjaj a-khathib adalah: Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw, berupa perkataan, perbuatan, taqrir (ketetapan atau pengakuan), sifat jasmaniah, atau tingkah laku (akhlak) dengan cara yang teliti atau terperinci. (Lihat M.’Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h.7.
Definisi yang hampir sama senada juga dikemukkan oleh Zhafar Ahmad ibn Lathif al-‘Utsmani al-Tahanawi di dalam Qawa’id fi ‘ulum al-Hadist, Ilmu hadis yang khusus dengan riwayah adalah ilmu yang dapat diketahui dengan perkataan, perbuatan dan keadaan Rasulullah saw serta periwayatan, pencatatan, dan penguraian lafaz-lafaznya. (Zhafar Ahmad ibn Lathif al-‘Utsmani al- Tahanawi, Qawa ‘id fi ‘ Ulum al-Hadist, Ed. ‘Abd al-Fattah Abu Ghuddah (Beirut: Maktabat al-Nahdhah, 1404 H/ 1984).h.22.).
Dari ketiga definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadis Riwayah pada dasarnya adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau pembukuan Hadis Nabi saw.

Objek kajian ilmu Hadis Riwayah adalah Hadis Nabi saw dari segi periwayatan dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
• Cara periwayatan Hadis, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga dari cara penyampaiannya dari seorang perawi ke perawi lain;
• Cara pemeliharaan Hadis, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan pembukuannya.
Ilmu Hadis Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi saw masih hidup, yaitu bersamaan dengan dimulainya periwayatan dengan hadis itu sendiri. Para Sahabat Nabi saw menaruh perhatian yang tinggi terhadap Hadis Nabi saw. Mereka berusaha untuk memperoleh Hadis-Hadis Nabi saw dengan cara mendatangi Majelis Rasul saw serta mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar perhatian mereka, sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk bergantian menghadiri majelis Nabi saw. Tersebut, manakala di antara mereka ada yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan Umar r.a., yang menceritakan, “Aku beserta tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn Zaid, secara bergantian menghadiri majelis Rasul saw. Apabila giliranku yang hadir, maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dari Rasul SAW pada hari itu; dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal yang sama. (“Ajjaj al-Khathib, Ushul al-Hadits, h. 67).
Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan Hadis Nabi saw berlangsung hingga usaha penghimpunan Hadis secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan Khalifah ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Aziz (memerintah 99 H/717 M- 124 H/ 742 M). Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor Ilmu Hadis Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan Hadis, dia dicatat sebagai ulama pertama yang menghimpun Hadis Nabi saw atas perintah Khalifah ‘Umar ibn ‘abd al-Aziz.
sob..... saya pengen punya usaha sendiri, angan angan saya pengen buka usaha WARNET tapi tidak ada modalnya.....?
monggo sob... bantu saya dalam mencapai angan angan......
atau ada cara mendapatkan modal yang mudah....

Jangan Biarkan Cinta Yang Memilih

Ketika cinta harus memilih
Ku serahkan pilihan itu kepada Tuhan

Dalam memilih pasangan hidup, umumnya seseorang akan memilih dia yang disukai hati. Siapapun dia dan dari manapun asalnya. Ketertarikan kepada seseorang itu tidak bisa direncanakan sebelumnya. Ia datang secara tiba-tiba, tanpa bisa diduga, disangka dan diprediksi. Terkadang kita suka pada tipe orang yang lemah-lembut, pemalu, cantik dan lain sebagainya, namun, tanpa disadari tiba-tiba cinta yang terpendam dalam lubuk hati berbalik arah. Beginilah cinta, tidak bisa diduga.Orang bilang, cinta itu buta; tak pandang  siapa dan dari mana. Ia bisa menghampiri siapa saja dan kapan saja.
Namun meski cinta tak pandang siapa, umumnya kecantikan dan ketampanan adalah faktor utama timbulnya cinta di hati. Sehingga orang yang cantik menjadi incaran untuk dijadikan pendamping hidup. Dalam hadis disebutkan bahwa wanita dinikahi karena beberapa faktor, diantaranya kecantikan, harta, keturunan, dan agamis (shalehah). Namun, selanjutnya dalam ending Hadisnya Nabi menekankan faktor etika 
dalam menentukan pilihan, Keindahan wajah bukanlah prioritasnya utama, namun yang lebih diprioritaskan adalah wanita atau lelaki yang beretika. Karena mereka akan mengerti apa yang menjadi beban dirinya sebagai istri atau sebagai suami. Karena pernikahan akan menghantar seseorang menuju lembaran baru yang akan dijalani. Bukan satu hari atau dua hari tapi seumur hidupnya. Bahkan tidak hanya itu tapi ia harus siap untuk menghadapi badai yang berhembus pada bahtera keluarganya. Inilah yang mendasari bahwa orang yang beretikalah yang harus diprioritaskan bukan kecantikan, karena -sekali lagi- bukan kecantikan yang mendatangkan cinta tapi cintalah yang mendatangkan kecantikan.
Mungkin banyak orang yang tertipu dengan kecantikan ataupun ketampanan, mereka -yang tertipu- berkata “cintaku bisa datang hanya untuk permaisuriku yang jelita, dan cintaku hanya untuk pangeranku yang gagah perkasa”. Hal sedemikian ini sudah  lumrah terjadi pada muda-mudi saat ini. bahkan terbilang sudah mentradisi. Mereka berpandangan bahwa istri atau suami yang “jelek” tidak akan pernah mendatangkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Spekulasi ini salah fatal. Karena bahagia tidaknya sebuah rumah tangga, apabila mereka menemukan ketenangan hati dengan pasangannya. Bahkan terkadang, orang yang berpandangan demikian, hanya karena terbujuk oleh syahwat birahi semata. Bukan datang dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Ingat! Kecantikan tanpa  ditopang perangai yang baik bisa menjadi duri yang menyakiti hati. Bisa saja suatu saat nanti, kecantikan yang mula-mulanya dijadikan idamannya, ternyata menjadi belati yang menerkam sang empunya.
Tidak heran, apabila Rasulullah meneruskan hadisnya diatas dengan perkataan
“Pilihlah wanita yang agamis (salehah), maka engkau akan menemukan kebahagiaan”

kalau diatas kita banyak membicarakan lika-liku laki-laki, dalam menemukan pilihan yang terbaik.  Maka sekarang saatnya untuk membuka tabir yang berkaitan dengan kewanitaan. Sebenarnya keadaan wanita sama saja dengan lelaki, terkadang mereka juga kebingungan untuk menjatuhkan pilihannya. Apalagi untuk mereka yang berparas wajah cantik jelita, terkadang pinangan silih berganti menghampiri dirinya, dan yang menambah kebingungannya adalah pinangan itu datang dari orang yang sama-sama menghiasi dirinya dengan perangai yang baik. Untuk itu, syara' memberikan solusi yang sudah mendapat legitimasi dari al-Qur'an ataupun hadis. Yaitu menjatuhkan pilihan dengan cara mengerjakan salat istikharah. Sebagai media meminta petunjuk pada dzat yang maha pengasih dan maha penyayang.

Memilih Pasangan yang saleh
Ia (pasangan yang saleh) akan memperlakukan istrinya layaknya ratu, ia tidak mudah menyakiti perasaan sang istri. Itulah potret kecil dari perangai pasangan yang saleh. Begitu juga pasangan yang salehah. Para nabi terdahulu serta para sahabat Rasul, menawarkan anak gadisnya pada orang-orang saleh. Nabi Syuaib AS, menawarkan anak gadisnya pada Nabi Musa. Beliau berkata :“ Aku ingin menikahkan salah satu kedua anak gadisku ini padamu.”  Begitu pula dengan Sayyidina Umar bin Khattab t pernah menawarkan putrinya, Siti Hafshoh, pada Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq t  dan Sayyidina Utsman bin ’Affan t.[1]
Di sinilah, pentingnya sebuah pertimbangan dari orang tua. Ia harus benar-benar selektif dalam mencarikan pasangan yang terbaik bagi putrinya, dengan menerima lamaran atau menawarkannya pada laki-laki yang saleh, berilmu, beretika dan tentunya taat pada agama.[2] Mengapa harus yang saleh? Sebab laki-laki saleh lebih bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab. Ia akan memperlakukan istrinya layaknya ratu, ia tidak mudah menyakiti perasaan sang istri. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Rasul dan Sahabatnya pada zaman dulu.
Selain harus selektif dalam mencari dan menerima lamaran, orang tua juga harus memikirkan perasaan anak gadisnya. Islam menganjurkan pada setiap orang tua untuk meminta pertimbangan terlebih dahulu pada purtinya, apabila ada lelaki yang datang meminangnya. Sebab si anak juga manusia yang memiliki perasaan dan berhak hidup bahagia bersama pujaan hatinya. [3]
Bahkan persetujuan anak yang masih perawan, merupakan syarat keabsahan nikah, ketika calon suaminya terbukti orang yang tidak sepadan denganya. Ini menunjukkan bahwa haq ijbâr yang dimiliki ayah dan kakek, berlaku apabila calon suami anaknya sepadan dalam pandangan syariat[4]. Intinya, hak kesepadanan dari suami bukan tertentu untuk ayah saja, tapi anak perempuan juga demikian[5].

Lakukanlah Shalat Istikharah
Hendak kemana cinta akan berlabuh? Kadang hati seseorang harus memilih dua pilihan yang sama-sama membingungkan; antara dia dan dia. Semuanya sesuai dengan kereteria yang telah direncanakan di jauh hari. Maka saat itu biasanya seseorang tidak bisa melakukan apa-apa, karena terkurung dalam 'jebakan' yang super sulit.
Apabila kondisi seperti itu menghampiri salah satu dari kalian, maka hendak dibawa kemana cinta akan berlabuh? Maka langkah yang brilian adalah memasrahkan semuanya kepada tuhan, karena ia dzat yang maha mengetahui atas apa yang terbaik bagi hambanya. Dengan cara menunaikan salat istikharah; wudu’ lalu salat dua rakaat (pada rakaat pertama membaca surat Al-Kafirun dan rakaat kedua surat Al-Ikhalas).
Setelah salam memabaca doa sebagai berikut :“Ya Allah  berilah kami hal terbaik melalui ilmu-Mu, berilah kami kekuasaan melalui kekuasaanmu, dari keagunganmu aku memohon, sesungguhnya engakaulah yang maha kuasa dan kamilah yang serba lemah, engkaulah yang maha tahu dan kamilah yang serba bodoh, engkaulah yang maha mengetahui hal gaib. Ya Allah jika menurut-Mu pekerjaan ini baik bagi agama kami, kehiupan kami dan seluruh pekerjaan kami maka berilah kami untuknya kekuasaan,mudahkanlah serta berikanlah kebarakahan,dan jika menurut-Mu pekerjaan ini tidak baik bagi agama kami, kehiupan kami an seluruh pekerjaan kami maka jauhkanlah ia dari kami dan jauhkanlah kami darinya, dan berikanlah kami yang terbaik dan di ridha’i”.

Setelah itu, ikutilah hati. Apa yang menurut hati benar-benar mantep, maka kebaikan ada padanya. Disebutkan dalam Hadis: Tidak akan kecewa orang yang beristikharah dan tidak menyesal orang yang musyawarah”.
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ آدَمَ كَثْرَة اسْتِخَارةُ الله - تَعَالَى - وَرِضَاؤُهُ بِمَا قَضَى الله - تَعَالَى - لَهُ ، وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنِ آدَمَ تَرْكُهُ اسْتِخَارَة الله - تَعَالَى - وَسَخَطُهُ بِمَا قَضَى الله - تَعَالَى .
“Termasuk kebahagian anak adam adalah seorang yang memperbanyak istikharah dan ridha dengan ketentuan Allah, dan kesengsaraan anak adam adalah meninggalkan istikharah dan tidak ridha dengan ketetntuan Allah ”.  (HR. Tirmidzi).

Dalam fikih, salat istikahrah sunnah di lakukan untuk setiap pekerjaan apapun baik itu pekerjaan wajib seperti haji atau pekerjaan sunah untuk memilih yang harus didahulukan antara dua kebaikan. Dan tidak bisa dilakukan untuk perbuatan haram atau makruh. Hikmah dari salat istikharah adalah untuk mengetuk pintu singgasana Allah. karena tidak ada keberhasilan yang paling diharapkan melainkan diawali dengan salat istikhrah, karena disinilah seorang hamba berkomunikasi secara langsung bersama Tuhannya, mengagunggkannya dan memberi kalimat-kalimat pujian serta menunjukkan ketidak kuasaan seorang hamba baik perkataan atau perbuatan.

**M.IKHSAN / IstinbaT