Jangan Biarkan Cinta Yang Memilih
Ketika
cinta harus memilih
Ku
serahkan pilihan itu kepada Tuhan
Dalam memilih pasangan hidup, umumnya seseorang
akan memilih dia yang disukai hati. Siapapun dia dan dari manapun asalnya.
Ketertarikan kepada seseorang itu tidak bisa direncanakan sebelumnya. Ia datang
secara tiba-tiba, tanpa bisa diduga, disangka dan diprediksi. Terkadang kita
suka pada tipe orang yang lemah-lembut, pemalu, cantik dan lain sebagainya,
namun, tanpa disadari tiba-tiba cinta yang terpendam dalam lubuk hati berbalik
arah. Beginilah cinta, tidak bisa diduga.Orang bilang, cinta itu buta; tak
pandang siapa dan dari mana. Ia bisa
menghampiri siapa saja dan kapan saja.
Namun meski cinta tak pandang siapa, umumnya kecantikan dan
ketampanan adalah faktor utama timbulnya cinta di hati. Sehingga orang yang
cantik menjadi incaran untuk dijadikan pendamping hidup. Dalam hadis disebutkan
bahwa wanita dinikahi karena beberapa faktor, diantaranya kecantikan, harta,
keturunan, dan agamis (shalehah). Namun, selanjutnya dalam ending Hadisnya Nabi
menekankan faktor etika
dalam menentukan pilihan, Keindahan wajah bukanlah prioritasnya
utama, namun yang lebih diprioritaskan adalah wanita atau lelaki yang beretika.
Karena mereka akan mengerti apa yang menjadi beban dirinya sebagai istri atau
sebagai suami. Karena pernikahan akan menghantar seseorang menuju lembaran baru
yang akan dijalani. Bukan satu hari atau dua hari tapi seumur hidupnya. Bahkan
tidak hanya itu tapi ia harus siap untuk menghadapi badai yang berhembus pada
bahtera keluarganya. Inilah yang mendasari bahwa orang yang beretikalah yang
harus diprioritaskan bukan kecantikan, karena -sekali lagi- bukan kecantikan
yang mendatangkan cinta tapi cintalah yang mendatangkan kecantikan.
Mungkin
banyak orang yang tertipu dengan kecantikan ataupun ketampanan, mereka -yang
tertipu- berkata “cintaku bisa datang hanya untuk permaisuriku yang jelita, dan
cintaku hanya untuk pangeranku yang gagah perkasa”. Hal sedemikian ini
sudah lumrah terjadi pada muda-mudi saat
ini. bahkan terbilang sudah mentradisi. Mereka berpandangan bahwa istri atau
suami yang “jelek” tidak akan pernah mendatangkan kebahagiaan dan
kesejahteraan. Spekulasi ini salah fatal. Karena bahagia tidaknya sebuah rumah
tangga, apabila mereka menemukan ketenangan hati dengan pasangannya. Bahkan
terkadang, orang yang berpandangan demikian, hanya karena terbujuk oleh syahwat
birahi semata. Bukan datang dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Ingat!
Kecantikan tanpa ditopang perangai yang
baik bisa menjadi duri yang menyakiti hati. Bisa saja suatu saat nanti,
kecantikan yang mula-mulanya dijadikan idamannya, ternyata menjadi belati yang
menerkam sang empunya.
Tidak
heran, apabila Rasulullah meneruskan hadisnya diatas dengan perkataan
“Pilihlah wanita yang agamis (salehah), maka engkau akan menemukan
kebahagiaan”
kalau diatas kita banyak membicarakan lika-liku laki-laki, dalam
menemukan pilihan yang terbaik. Maka
sekarang saatnya untuk membuka tabir yang berkaitan dengan kewanitaan.
Sebenarnya keadaan wanita sama saja dengan lelaki, terkadang mereka juga
kebingungan untuk menjatuhkan pilihannya. Apalagi untuk mereka yang berparas
wajah cantik jelita, terkadang pinangan silih berganti menghampiri dirinya, dan
yang menambah kebingungannya adalah pinangan itu datang dari orang yang
sama-sama menghiasi dirinya dengan perangai yang baik. Untuk itu, syara'
memberikan solusi yang sudah mendapat legitimasi dari al-Qur'an ataupun hadis.
Yaitu menjatuhkan pilihan dengan cara mengerjakan salat istikharah. Sebagai
media meminta petunjuk pada dzat yang maha pengasih dan maha penyayang.
Memilih Pasangan yang saleh
Ia
(pasangan yang saleh) akan memperlakukan istrinya layaknya ratu, ia tidak mudah
menyakiti perasaan sang istri. Itulah potret kecil dari perangai pasangan yang
saleh. Begitu juga pasangan yang salehah. Para nabi terdahulu serta para
sahabat Rasul, menawarkan anak gadisnya pada orang-orang saleh. Nabi Syuaib AS,
menawarkan anak gadisnya pada Nabi Musa. Beliau berkata :“ Aku ingin menikahkan salah satu kedua anak gadisku ini padamu.” Begitu pula dengan Sayyidina Umar bin Khattab
t pernah menawarkan putrinya, Siti Hafshoh, pada Sayyidina Abu Bakar as-Siddiq
t dan Sayyidina Utsman bin ’Affan t.[1]
Di sinilah, pentingnya sebuah pertimbangan dari orang
tua. Ia harus benar-benar selektif dalam mencarikan pasangan yang terbaik bagi
putrinya, dengan menerima lamaran atau menawarkannya pada laki-laki yang saleh,
berilmu, beretika dan tentunya taat pada agama.[2] Mengapa harus yang saleh? Sebab
laki-laki saleh lebih bisa menjadi suami yang baik dan bertanggung jawab. Ia
akan memperlakukan istrinya layaknya ratu, ia tidak mudah menyakiti perasaan
sang istri. Sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Rasul dan Sahabatnya
pada zaman dulu.
Selain harus selektif dalam mencari dan menerima lamaran,
orang tua juga harus memikirkan perasaan anak gadisnya. Islam menganjurkan pada
setiap orang tua untuk meminta pertimbangan terlebih dahulu pada purtinya,
apabila ada lelaki yang datang meminangnya. Sebab si anak juga manusia yang
memiliki perasaan dan berhak hidup bahagia bersama pujaan hatinya.
[3]
Bahkan persetujuan anak yang masih perawan, merupakan
syarat keabsahan nikah, ketika calon suaminya terbukti orang yang tidak sepadan
denganya. Ini menunjukkan bahwa haq ijbâr
yang dimiliki ayah dan kakek, berlaku apabila calon suami anaknya sepadan dalam
pandangan syariat[4]. Intinya, hak kesepadanan dari suami
bukan tertentu untuk ayah saja, tapi anak perempuan juga demikian[5].
Lakukanlah Shalat Istikharah
Hendak
kemana cinta akan berlabuh? Kadang hati seseorang harus memilih dua pilihan
yang sama-sama membingungkan; antara dia dan dia. Semuanya sesuai dengan
kereteria yang telah direncanakan di jauh hari. Maka saat itu biasanya
seseorang tidak bisa melakukan apa-apa, karena terkurung dalam 'jebakan' yang
super sulit.
Apabila
kondisi seperti itu menghampiri salah satu dari kalian, maka hendak dibawa
kemana cinta akan berlabuh? Maka langkah yang brilian adalah memasrahkan
semuanya kepada tuhan, karena ia dzat yang maha mengetahui atas apa yang
terbaik bagi hambanya. Dengan cara menunaikan salat istikharah; wudu’ lalu
salat dua rakaat (pada rakaat pertama membaca surat Al-Kafirun dan rakaat kedua
surat Al-Ikhalas).
Setelah
salam memabaca doa sebagai berikut :“Ya
Allah berilah kami hal terbaik melalui
ilmu-Mu, berilah kami kekuasaan melalui kekuasaanmu, dari keagunganmu aku
memohon, sesungguhnya engakaulah yang maha kuasa dan kamilah yang serba lemah,
engkaulah yang maha tahu dan kamilah yang serba bodoh, engkaulah yang maha
mengetahui hal gaib. Ya Allah jika menurut-Mu pekerjaan ini baik bagi agama
kami, kehiupan kami dan seluruh pekerjaan kami maka berilah kami untuknya
kekuasaan,mudahkanlah serta berikanlah kebarakahan,dan jika menurut-Mu
pekerjaan ini tidak baik bagi agama kami, kehiupan kami an seluruh pekerjaan
kami maka jauhkanlah ia dari kami dan jauhkanlah kami darinya, dan berikanlah
kami yang terbaik dan di ridha’i”.
Setelah
itu, ikutilah hati. Apa yang menurut hati benar-benar mantep, maka kebaikan ada
padanya. Disebutkan dalam Hadis: “Tidak akan kecewa orang yang
beristikharah dan tidak menyesal orang yang musyawarah”.
مِنْ سَعَادَةِ ابْنِ
آدَمَ كَثْرَة اسْتِخَارةُ الله - تَعَالَى - وَرِضَاؤُهُ بِمَا قَضَى الله - تَعَالَى - لَهُ ، وَمِنْ شَقَاوَةِ ابْنِ آدَمَ
تَرْكُهُ اسْتِخَارَة الله - تَعَالَى - وَسَخَطُهُ بِمَا
قَضَى الله - تَعَالَى .
“Termasuk
kebahagian anak adam adalah seorang yang memperbanyak istikharah dan ridha
dengan ketentuan Allah, dan kesengsaraan anak adam adalah meninggalkan
istikharah dan tidak ridha dengan ketetntuan Allah ”. (HR.
Tirmidzi).
Dalam
fikih, salat istikahrah sunnah di lakukan untuk setiap pekerjaan apapun baik
itu pekerjaan wajib seperti haji atau pekerjaan sunah untuk memilih yang harus
didahulukan antara dua kebaikan. Dan tidak bisa dilakukan untuk perbuatan haram
atau makruh. Hikmah dari salat istikharah adalah untuk mengetuk pintu
singgasana Allah. karena tidak ada keberhasilan yang paling diharapkan
melainkan diawali dengan salat istikhrah, karena disinilah seorang hamba
berkomunikasi secara langsung bersama Tuhannya, mengagunggkannya dan memberi
kalimat-kalimat pujian serta menunjukkan ketidak kuasaan seorang hamba baik
perkataan atau perbuatan.
**M.IKHSAN / IstinbaT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar